I. Mengapa Harus Berorganisasi?
a.
Organisasi sebagai kereta api
Kebanyakan orang
mulai berorganisasi jika keinginan-keinginannya dipenuhi oleh organisasi
tersebut. Berbagai latar belakang mendorong orang masuk dalam organisasi. Ada
yang berlatar belakang heroisme, patriotisme, karir, ikut-ikutan, ingin tahu,
dendam atau apapun juga sebagai motivasi awal. Namun sesuai dengan
perkembangannya, organisasi akan mengarahkan setiap anggotanya sesuai dengan
kemampuan masing-masing agar berguna buat kepentingan dan tujuan organisasi
Sebagai sebuah organisasi
perjuangan, sebuah organisasi revolusioner sangat ditentukan oleh kekuatan
massa rakyat, anggota dan kepemimpinannya. Tapi diatas semua itu: politik dan
ideologilah yang akan lebih banyak menentukan watak perjuangan setiap anggota
dan organisasi itu sendiri. Sebanyak apapun anggotanya, sekuat apapun fasilitas
yang dimiliki oleh organisasi, ia akan tumpul dan tidak menjadi senjata
perjuangan yang ampuh jika tidak dipimpin oleh ideologi dan politik.
Organisasi adalah alat untuk
mencapai ideologi dengan politik atau cara tertentu. Untuk mencapai tujuan
(ideologi) dan melalui cara (politik) tertentu tidak mungkin dilakukan secara
sendiri-sendiri tanpa kepemimpinan, anggota atau tanpa dukungan massa rakyat
yang luas. Maka, sebuah organisasi diperlukan sebagai alat yang menyatukan kekuatan
setiap anggotanya, massa rakyat dan kepemimpinan dalam satu komando bersama.
Secara mudah untuk mengerti
kesatuan antara pimpinan, anggota dan massa rakyat dalam sebuah organisasi
adalah dengan mengambil perumpamaaan. Seperti sebuah kereta api, organisasi
menelurkan lokomotif yang akan menarik dan memimpin perjalanan gerbong-gerbong
(Cabang-ranting-anggota) yang berisikan penumpang (massa rakyat). Kereta api
tersebut memerlukan cara atau jalan untuk mencapai tujuan akhirnya. Ia harus
mampir dibeberapa stasiun, mengisi bahan bakar, memperbaiki mesin, menambah
atau mengurangi gerbong, menambah atau mengurangi penumpang, sesuai dengan
kekuatannya.
b.
Apa Itu Politik? Apa itu
Ideologi?
Ideologi adalah tujuan akhir yang diinginkan
atau sistem massa rakyat macam apa yang dicita-citakan. Sampai sekarang,
ideologi yang menjadi jelas bagi perjuangan adalah ideologi yang berisikan
nilai-nilai kerakyatan, keadilan dan demokrasi. Keinginan dan dorongan untuk
membentuk masyarakat yang semulia-mulianya itulah yang menjadi batu bara bagi
kereta api perjuangan kita. Ideologi itu sebagai bahan dasar terbentuknya
pedang. Kekuatan sebuah pedang akan sangat ditentukan oleh bahan dasarnya. Jika
bahan dasarnya tidak kuat dan mudah rusak maka pedang tersebut pun akan mudah rusak
atau terpatahkan oleh lawan. Jika pedang tersebut terbuat dari baja yang tidak
terkalahkan maka pedang tersebut tidak akan rusak dan patah oleh pedang apa pun
juga. Ideologi adalah baja yang membentuk pedang untuk perjuangan.
Sementara itu, politik adalah rel kereta dan
stasiun-stasiun perhentian yang memang harus dilewati untuk menurunkan dan
menaikkan penumpang, untuk menambah bahan bakar dan memeriksa kekuatan
lokomotif yang menarik setiap gerbong. Politik adalah jurus-jurus memainkan
pedang. Apakah pedang tersebut digunakan dalam jurus membabat, menangkis,
menghindar, menyerang, menusuk leher atau jantung lawan. Politik adalah soal
cara agar bisa menjatuhkan lawan agar lawan dapat dengan mudah dikuasai.
c.
Makna Demokrasi
Jika
sebuah organisasi mencita-citakan dirinya untuk kepentingan seluruh anggotanya,
kesamaan kepentingan haruslah merupakan kesepakatan bersama, baik menggunakan
sebuah permusyawaratan ataupun setelahnya melalui kesepakatan atas hasil
permusyawaratan. Dan hal tersebut haruslah juga termasuk di dalamnya mengenai
bagaimana melaksanakan kesamaan kepentingan ini. Untuk itu, pembicaraan
mengenai hal-hal tersebut haruslah melibatkan semua anggota organisasi. Proses
inilah yang dinamakan demokrasi. Dan harus diingat, anggota adalah supir sekaligus
mesin kendaraan yang bernama organisasi, sehingga hasil-hasil dari proses
demokrasi tersebut harus juga dijalankan oleh semua anggota organisasi.
Jika
anggota organisasi dipaksa untuk bekerja tanpa pernah ikut "menyupir"
organisasi, maka organisasi itu tidak demokratis. Organisasi kemudian menjadi
tak lebih menjadi sebuah kendaraan bagi individu-individu yang mengarahkannya.
Jika hasil-hasil dari proses demokrasi tersebut tidak dijalankan oleh
anggota-anggotanya, maka organisasi akan tidak memiliki makna dan berubah
menjadi hanya kumpulan orang saja.
Makna
demokrasi juga harus dipandang dalam hubungan anggota dengan organisasi.
Seorang anggota yang baik haruslah paham bahwa setiap keputusan organisasi
adalah berprinsip kepada tunduknya minoritas kepada mayoritas. Keputusan yang
didukung oleh massa yang lebih banyak harus diterima oleh pihak minoritas, dan
mereka tetap harus menjalankan keputusan itu.
d.
Apa itu Hirarki?
Ketika organisasi
melingkupi jumlah anggota yang besar, ataupun menggapai jarak yang menghambat
mobilitas anggota-anggota organisasi untuk menjalankan semua tugas-tugas
organisasi, maka dibutuhkan lapisan-lapisan organisasi dari mulai untuk
mengurus keseluruhan organisasi sampai untuk mengurus kumpulan anggota ataupun
wilayah yang lebih bersifat lokal.
Lapisan-lapisan ini
bertingkat mengerucut dalam hal jumlah organ-organnya. Ada ratusan komisariat,
puluhan kota, belasan wilayah, dan satu kepemimpinan nasional. Tetapi tingkat
perhatian kerjanya semakin meluas: sebatas kampus, sebatas kota, sebatas
wilayah, dan senasional. Seseorang yang ditempatkan di organ tingkat nasional
akan lebih memperhatikan persoalan-persoalan nasional, secara keseluruhan.
Tidak sebatas satu kota, ataupun bahkan satu kampus. Meski begitu, ia tidak
boleh melupakan bahwa persoalan yang lebih lokal tetap harus menjadi
perhatiannya, karena persoalan yang lebih lokal adalah juga persoalan secara
nasional.
e.
Sentralisme
Dalam melakukan
perjuangan, dengan segala keterbatasan yang kita alami, konsentrasi kerja
(memprioritaskan kerja) adalah sangat diperlukan. Daya pukul organisasi kita
akan selalu terbatas dibanding dengan kondisi obyektif, baik itu kondisi alam
ataupun lawan-lawan kita. Ketika perhatian dan sumber daya organisasi
terpencar-pencar ataupun sulit diarahkan/dikonsentrasikan, maka organisasi
revolusioner tak akan mampu melakukan perlawanan.
Sentralisme bermakna
memusatkan seluruh kerja dan sumber daya kepada kepemimpinan organisasi.
Sentralisme juga bermakna hanya ada satu keputusan organisasi dalam setiap
persoalan organisasi, dan semua organ dan anggota harus tunduk kepada keputusan
tersebut.
Dalam kaitannya dengan
hirarki, sentralisme dijabarkan sebagai lapisan yang mengurus cakupan kerja
ataupun jumlah orang yang lebih kecil haruslah berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada lapisan organisasi yang mengurus cakupan kerja ataupun jumlah
orang yang lebih besar. Komisariat harus patuh kepada kota dan kota harus patuh
kepada wilayah, kemudian wilayah harus patuh kepada nasional. Tidak ada
keputusan dari organ yang di bawah yang dibolehkan bertentangan ataupun
menghambat keputusan organ yang lebih tinggi dalam hirarki. Dalam kerja-kerja
administratif, sentralisme juga bermakna adanya laporan dari organ yang lebih
rendah ke organ di atasnya.
Sentralisme juga harus
berarti bahwa seluruh aset-aset organisasi haruslah dapat dipergunakan sesuai
dengan perintah organisasi, baik keuangan ataupun alat-alat kerja. Dengan
begitu, seluruh aset terbaik dapat dikontrol oleh organisasi dan dapat dipergunakan
untuk melakukan perlawanan yang terkonsentrasi
Terakhir, sentralisme
juga bermakna bahwa anggota-anggota terbaik, termilitan, dan teruji
pengalamannya haruslah ditempatkan dalam kepemimpinan organisasi. Semua
organ-organ Liga, dari tingkat sel sampai wilayah haruslah memberikan
anggota-anggota terbaiknya untuk organ-organ yang di atasnya.
Selain berhubungan
dengan hirarki, di setiap lapisan organisasi setiap anggota yang ditempatkan di
lapisan tersebut harus tunduk dan patuh kepada setiap keputusan lapisan
organisasi tersebut. Seorang anggota Eksekutif Kota haruslah patuh kepada
keputusan rapat Eksekutif Kota.
II.
Prinsip-Prinsip
Dasar Organisasi
Dalam
organisasi dikenal prinsip-prinsip organisasi yang berlaku secara keseluruhan
disetiap tingkatan dan lini organisasi. Prinsip-prinsip ini melekat di setiap
anggota, pimpinan dan organ-organ didalam organisasi. Ada empat prinsip penting
yang menjadi landasan utama, yaitu:
a.
Garis
Massa
Massa berarti sekelompok orang yaitu bagian
dari rakyat yang sudah sadar politik, sadar akan ketertindasannya serta
keharusan untuk melawan. Prinsip garis massa adalah prinsip yang mengatur agar
organisasi tidak jatuh pada komandoisme atau kecenderungan untuk bergerak jauh
meninggalkan kesadaran politik obyektif massa dan situasi politik sehingga
organisasi hanya bergerak berdasarkan pikiran-pikiran subyektifnya saja yang
jauh diatas keberanian massa rakyat. Massa rakyat adalah tulang punggung dalam
perjuangan demokrasi, massa rakyatlah yang akan bergerak untuk merebut
kekuasaan dan masa depannya untuk kepentingan massa rakyat juga. Garis massa
hanya akan bisa dimiliki oleh organisasi progresif yang selalu berada dalam
perjuangan bersama dengan massa rakyat. Garis massa pun mempertegas arti bahwa
perjuangan ini semua adalah untuk kepentingan massa rakyat. Dalam
pelaksanaannya setiap anggota harus hidup ditengah massa rakyat, mendengar
pandangan-pandangan rakyat dan kemudian menyimpulkan serta melaporkan pada organ
yang diatasnya. Organ yang lebih atas kemudian mempelajari dan memutuskan
langkah dan gerak yang harus diambil oleh anggota pada massa rakyat dimana dia
tinggal dan berjuang bersama. Massa rakyat adalah tulang punggung dalam
perjuangan demokrasi, massa rakyatlah yang akan bergerak untuk merebut
kekuasaan dan masa depannya untuk kepentingan massa rakyat juga. Garis massa
hanya bisa dimiliki oleh organisasi yang selalu berada dalam perjuangan bersama
dengan massa rakyat. Jika dapat diperas garis maa adalah prinsip yang memagari
organisasi agar tak terpisah dan menjadi elitis.
b.
Kolektivisme
Kolektivisme erat hubungannya dengan
kepemimpinan. Artinya kepemimpinan organisasi tidak bisa berdasarkan individual
namun merupakan kerjasama dalam sebuah kolektif baik dari tingkatan paling atas
maupun ditingkatan paling rendah. Bahkan setiap anggota yang bekerja dikalangan
massa rakyat (yang melakukan pengorganisiran) hendaknya mempraktekan
kepentingan kolektif tersebut. Kolektivisme juga menyangkut pada persoalan
kehidupan sehari-hari anggota. Setiap anggota adalah bagian dari sebuah
kolektif atau bahkan lebih dari satu. Kesulitan seorang kawan adalah kesulitan
bersama dan harus dipecahkan secara bersama-sama. Persoalan kolektif adalah
persoalan setiap anggota kolektif.
c.
Kepeloporan
Kepeloporan berarti selalu mengambil inisiatif,
merintis, pemula. Kepeloporan politik berarti minimal orang/kelompok/organisasi
lain menerima dan mendukung program politik kita (maksimal
orang/kelompok/organisasi lain masuk dan menjadi bagian secara organisasional
pada organisasi kita). Prinsip kepeloporan juga untuk mengatur agar organisasi
tidak terjebak pada kecenderungan buntutisme, yaitu suatu praktek organisasi
yang bergerak berda dibelakang kesadaran politik obyektif massa dan situasi
politik, sehingga keberanian massa rakyat yang seharusnya terpimpin menjadi
tidak terpimpin dan mengarah pada anarkhisme. Kepeloporan hanya bisa dimiliki
oleh sebuah organisasi yang berisikan anggota yang tertempa secara ideologi dan
politik.
d.
Sentralisme
Demokrasi
Dalam sebuah organisasi
revolusioner, ketika anggota juga ikut menentukan jalannya organisasi, maka
sentralisme yang dibuat haruslah diarahkan oleh permusyawaratan-permusyawaratan
anggota. Artinya, penggunaan aset-aset organisasi, penentuan arahan
sehari-hari, dan penempatan anggota-anggota terbaik juga harus mengikuti
kehendak anggotanya.
Dalam konteks
pengambilan keputusan atau pemberian arahan organisasi, sentralisme demokrasi
bermakna semua keputusan dari organ yang lebih tinggi harus dipatuhi oleh organ
yang lebih rendah, karena keputusan organ yang paling tinggi tersebut harus
dibentuk dari laporan dan rekomendasi organ yang lebih rendah. Jikapun tidak
ada laporan dan rekomendasi dari organ yang di bawahnya, para anggota yang
ditempatkan di eksekutif nasional, dapat
mendasarkan dirinya kepada garis-garis besar arahan organisasi. Garis-garis
besar arahan organisasi selama sebuah periode haruslah ditentukan oleh
sebanyak-banyaknya anggota organisasi dalam Kongres.
Dalam prinsip
sentralisme demokratik, pertemuan berkala sebagai proses demokrasi harus
dijalankan dengan sungguh-sungguh. Pertemuan berkala ini memberikan
arahan-arahan kepada orang-orang yang ditempatkan dalam kepengurusan eksekutif
(penanggungjawab pelaksanaan hasil-hasil permusyawaratan tersebut). Ini berlaku
untuk semua lapisan organisasi. Sedangkan pelaksana dari hasil-hasil
permusyawaratan itu adalah seluruh anggota, tergantung lapisan mana
permusyawaratan itu di adakan. Jika tingkat kota, maka seluruh anggota di kota
tersebut wajib melaksanakannya. Jika tingkat nasional, maka seluruh anggota
organisasi tersebut wajib melaksanakannya.
Karena keterbatasan
ruang, waktu, dan juga teknologi memang sampai saat ini permusyawaratan,
terutama kongres, belum bisa melibatkan secara aktif dan langsung seluruh
anggota organisasi. Akan tetapi prinsipnya sekali lagi, seluruh permusyawaratan
yang ada dalam organisasi harus melibatkan anggota sebanyak-banyaknya,
tergantung lapisan organisasinya. Adanya penggunaan perwakilan dalam organisasi
Liga, karena secara finansial,
fasilitas, dan kerja kita belum mampu melibatkan seluruh anggota dalam
permusyawaratan seperti konferensi wilayah dan kongres.
Ini memerlukan siasat
yang harus disesuaikan dengan kondisi obyektif. Kondisi-kondisi yang aman damai
kita bisa memulainya dengan permusyawaratan-permusyawaratan di tingkat
kampus-kampus lalu bertingkat sampai ke nasional. Namun dalam kondisi represif
ataupun dalam keadaan potensi perlawanan rakyat yang siap meledak, bisa jadi
hanya sebatas mengirimkan wakil dari kepengurusan eksekutif tingkat kota dan
wilayah.
Selain dalam
bentuk-bentuk permusyawaratan, dalam keseharian sentralisme demokratik
mengambil bentuk korespondensi surat-surat dari Komisariat sampai Eksekutif
Nasional dan sebaliknya. Keputusan harian (surat-surat instruktif) dari
kepemimpinan nasional haruslah berdasarkan laporan dan rekomendasi serta kritik
dari lapisan organisasi di bawahnya. Sampai permusyawaratan berikutnya,
organ-organ yang lebih rendah harus selalu mematuhi keputusan organ yang lebih
tinggi. Jikapun terjadi kesalahan instruksi, dengan segera organ yang lebih
rendah mengkritik organ yang lebih tinggi.
Dalam sentralisme
demokratik, secara prinsip tidak ada yang memisahkan satu kota dengan kota
lain, satu basis dengan basis lain, dan tugas eksekutif baik kota, wilayah, dan
nasional adalah bagaimana menciptakan keterkaitan dan kesinambungan antar
organ-organ di dalam Liga, sesuai dengan hasil-hasil permusyawaratan anggota di
tingkat lapisannya masing-masing. Karenanya dalam sentralisme demokratik tidak
ada organ yang lebih rendah menolak kehadiran utusan yang lebih tinggi, dengan
mengatakan: “Basis harus punya otonomi!”
Tidak demokratis jika
organ basis (sekelompok orang atau minoritas) menolak wakil dari seluruh anggota
lainnya (mayoritas), dan tidak sentralis ketika menganggap organ basis tersebut
tidak harus menyerahkan aset-asetnya kepada keseluruhan organisasi.
Lalu apakah ini tidak
akan mematikan organ-organ yang di bawahnya ataupun akan membuat organisasi akan
dicengkeram oleh para eksekutif? Jelas jika hanya melihat sepotong seperti ini
ataupun menjalankan sebatas ini memang akan seperti itu. Sekali lagi,
sentralisme demokratik selalu harus dijalankan dengan melalui interaksi aktif
antara para eksekutif organisasi dengan massa yang dipimpinnya. Instruksi
pimpinan harus melalui dan menghadapi laporan, kritik, dan rekomendasi anggota
(dengan saling berargumen). Ketika tiga hal terakhir tidak ada, wajar
organisasinya tidak demokratis, karena partisipasi aktif anggota juga akan
menentukan demokratis atau tidaknya organisasi Liga kita ini. Tetapi apakah
ketika tidak ada laporan, kritik, dan rekomendasi rutin dari organ yang lebih
rendah, instruksi organ yang lebih tinggi harus ditolak mentah-mentah, jelas
juga tidak. Instruksi organ yang lebih tinggi haruslah tidak bertentangan
dengan hasil-hasil kongres dan dewan nasional. Hanya jika bertentangan dengan
kongres dan dewan nasional Liga, maka instruksi organ yang lebih tinggi dapat
ditolak.
III. Prioritas Organisasi dan Standar tetap Organisasi
Kerja
atau tugas prioritas dan standar tetap organisasi adalah strategi dan taktik
dalam berorganisasi. Organisasi perjuangan dibangun untuk memberikan
arahan-arahan perjuangan politik terhadap situasi politik yang cepat
berkembang. Oleh karena itu standar tetap organisasi bersifat mengabdi pada
kerja prioritas. Namun standar tetap organisasi harus tetap ada supaya dapat
merespon kebutuhan prioritas secara maksimal.
a. Apa arti Standar tetap Organisasi?
Walaupun
standar tetap organissai bersifat taktis dan mengabdi pada kerja atau tugas
prioritas, namun stndar tetap organisasi adalah persediaan yang harus tetap
terpelihara dengan disiplin yang ketat. Sebuah organisasi memiliki standar
perkembangannya berdasarkan ketetapan-ketetapan yang tertinggi yaitu Rapat Umum
Organisasi. Standar mengarahkan aturan-aturan, tata tertib sampai petunjuk
pelaksanaan dalam berorganisasi.
b. Apa saja yang harus menjadi standar tetap organisasi?
Yang
harus menjadi standar tetap organisasi secara umum, adalah:
1. Soal
rapat-rapat kepengurusan atau departemen
2. Mekanisme
diskusi, laporan dan instruksi
3. Sistem,
silabus dan kurikulum pendiduikan
4. Sistem
rekrutmen dan syarat keanggotaaan
5. Sistem
dan level keanggotaan
6. Tugas
dan tanggung jawab anggota
7. Pengembangan
organisasi
c. Apa arti kerja prioritas?
Prioritas adalah sebuah konsentrasi kerja strategis. Kerja
prioritas bersifat merespon politik yang cepat dengan efisien. Untuk itulah
organisasi dibangun dan dipelihara. Prioritas terdiri dari beberapa
penggolongan, yaitu:
1. Prioritas
Isu/Tuntutan
2. Prioritas
Geografis
3. Prioritas
Sektor
4. Prioritas
Bentuk Perjuangan
5. Prioritas
Departemen
6. Prioritas
Momentum
Kerja-kerja
prioritas ini seharusnya tidak boleh lama mengganggu standar tetap organisasi
atau sebaliknya. Bahkan antara standar tetap organisasi dan kerja-kerja prioritas
adalah saling berdialektis untuk saling menguatkan. Apabila kerja prioritas ini
mengganggu standar tetap organisasi maka organisasi akan mengalami kerusakan di
beberapa tempat.
Kerusakan
ini akan menghambat perkembangan dan kehidupan organisasi. Apabila standar
tetap organisasi menghambat atau tidak bisa melihat kerja dan tugas prioritas
yang harus segera dilaksanakan maka organisasi hanya sebagai sebuah birokratik
yang tidak mampu merespon kebutuhan strategis perjuangan.
IV.
Menjalankan
Kerja Organisasi
Kita telah membahas prinsip-prinsip umum sentralisme demokratik sebagai
alat penentuan dan penjalanan kerja-kerja revolusioner kita. Kita telah
mengetahui bahwa sentralisme demokratik adalah sentralisasi aktivitas kita
untuk membangun kepemimpinan yang kuat, siap tempur, efektif, dan fleksibel,
yang di dasari oleh sebuah keputusan dan kesepakatan seluruh anggotanya. Namun,
secara lebih teknis, bagaimana cara menjalankannya, ketika konsekuensi dari
sentralisme demokratik tidak adanya pemisahan yang menyebabkan pola organisasi
para penindas yaitu pengurus dan anggota lainnya yang pasif. Sentralisme
demokratik tidak mengijinkan adanya pemisahan birokrasi dengan rakyat. Apakah
kita tidak perlu membagi-bagi tugas lagi? Semua dikerjakan oleh semua? Untuk
menjawabnya mari kita lihat satu persatu.
Kerja Kolektif dan Penanggung Jawab
Kerja-kerja revolusioner kita adalah kerja-kerja keseluruhan organisasi. Dengan
kata lain, kerja-kerja semua anggota. Kita tidak mengenal anggota yang tidak aktif,
seluruh anggota harus memiliki tanggung jawab kerja karena kita tidak
memisahkan antara pengurus dengan anggota dalam hal kerja.
Namun, karena sekali lagi organisasi adalah gabungan dari
individu-individu yang memiliki pemikiran masing-masing tanpa adanya unsur yang
akan menyatukan pemikiran tersebut dalam keseharian maka setiap anggota bisa
jadi bekerja sekehendaknya sendiri. Unsur ini akan memberikan arahan bersama
atas kerja-kerja yang dilakukan. Dalam Liga, unsur ini diwujudkan dengan
pembangunan struktur organisasi yang memiliki fungsi untuk menggalang seluruh
anggota dalam kerja-kerja aktif sehari-hari organisasi.
Struktur organisasi haruslah dibangun
berdasarkan kondisi organisasi (keanggotaan, cakupan wilayah, dan prioritas
kerja). Artinya, struktur berdiri di atas kerja dan mengarahkan kerja itu
sendiri. Tak ada guna membuat banyak departemen, ataupun struktur eksekutif
kota ketika tidak ada kebutuhan kerja yang mendasarinya. Tak guna membuat
departemen urusan transportasi, ketika transportasi bukanlah hal yang sulit
dilakukan. Tak guna membuat struktur wilayah baru ketika kota yang
dikoordinasikan baru satu buah. Birokrasi berfungsi untuk menghidari kerja yang
tumpang tindih (overlapping) bukan untuk menciptakan kerja yang tumpang tindih.
Kawan-kawan yang bertugas di
organ-organ pimpinan seperti Komisariat, Eksekutif Kota, sampai Eksekutif
Nasional adalah anggota-anggota yang harus menggalang anggota dalam kerja-kerja
aktif, memberikan arahan-arahan kerja, dan memastikan (mengontrol) kerja-kerja
berjalan sesuai dengan rencana. Karenanya mereka haruslah dipilih oleh anggota
lainnya atas dasar bahwa merekalah yang dianggap terbaik (dari pengetahuan dan
pengalaman kerja).
Kepemimpinan anggota-anggota yang
ditempatkan di struktur kepemimpinan dipertanggungjawabkan secara rutin dalam
permusyawaratan-permusyawaratan organisasi baik konferensi-konferensi
komisariat, kota, wilayah, dewan nasional, dan konggres. Tetapi harus tetap
diingat bahwa berjalannya organisasi tetaplah tanggung jawab seluruh anggota,
sebagai sebuah kolektif, bukan sebatas para pengurus.
Bidang Kerja (Departemental) dan Teritori (Wilayah) Kerja
Dalam membagi-bagikan tugas
organisasi (membangun struktur) ada dua hal yang mendasarinya. Pertama adalah
bidang kerja, yaitu jenis-jenis ataupun perhatian kerja. Secara umum, bidang
kerja revolusioner ada tiga hal: aksi, pendidikan, dan penyediaan bacaan.
Aksi-aksi berfungsi sebagai sarana aktivitas politik terbuka dalam melawan
penindasan. Pendidikan berfungsi membentuk pola pikir yang relatif seragam pada
anggota (ideologi organisasi) dan memberikan keahlian-keahlian dalam melakukan
kerja-kerja. Dan penyediaan bahan bacaan adalah sarana untuk memperkaya
anggota-anggota dengan informasi-informasi (pengetahuan) yang mereka butuhkan
dalam menjalankan roda organisasi.
Tiga hal tersebut adalah kerja-kerja harian sebuah organisasi
revolusioner. Departemen-departemen adalah struktur organisasi yang bertanggung
jawab atas jalannya kerja-kerja harian ini ataupun kerja-kerja rutin yang
mendukung (diperlukan) untuk berjalannya kerja-kerja ini. Secara rutin
departemen-departemen dalam struktur kepemimpinan (komisariat sampai dengan
nasional) memberikan arahan-arahan (instruksi), menyediakan fasilitas-fasilitas
organisasi, dan melakukan perencanaan-perencanaan, sehingga anggota dapat
dengan baik melakukan kerja-kerja organisasi.
Selain membawahi kerja-kerja rutin dalam bidang-bidang departemental,
struktur juga harus membawahi distribusi kerja yang menangani wilayah, kota,
dan komisariat. Struktur ini berhubungan dengan tempat kerja dari kerja-kerja
departemental. Struktur ini juga disusun vertikal (hirarki) untuk membagi
tingkat perhatian dan fokus kerja.
Eksekutif kota lebih fokus kerjanya untuk mengurus komisariat-komisariat
yang ada di dalam kotanya dan yang harus menjadi perhatiannya adalah kondisi
obyektif kotanya. Eksekutif Wilayah fokus kerjanya adalah mengurus kota-kota
yang ada di bawahnya dan perhatiannya adalah kondisi obyektif tingkat wilayah.
Hal yang sama untuk Eksekutif Nasional dan Komisariat.
Namun dalam pembangunan kota dan wilayah janganlah mengikuti logika
pembagian wilayah yang dibuat oleh penguasa. Pada saat kita masih kecil, kita
tidak akan mampu mengikutinya. Contohnya, ketika belum cukup anggota dalam
sebuah provinsi untuk memenuhi struktur Eksekutif Wilayahnya, ada baiknya ia
digabungkan saja dengan provinsi lain yang terdekat untuk memenuhi struktur
penuhnya. Karena itu dalam AD/ART kita terdapat syarat-syarat minimal
pembentukan struktur Komisariat, Eksekutif Kota, dan Wilayah. Artinya, struktur
yang kita bangun haruslah berlandaskan kerja. Massa yang masih kecil tidak
membutuhkan struktur yang banyak, cukup yang dapat memenuhi pembagian
kerja-kerja departemental saja. Sedangkan massa yang sudah sangat membesar
membutuhkan struktur baru untuk memberikan kepemimpinan dan fungsi-fungsi
adminstratif lainnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar